10 Rupiah
Masa kecilku ,
kira kira 40 tahun yang lalu, bulan puasa adalah bulan yang dinanti nanti, bukan
apa , karena biasanya di bulan itu adalah momentum untuk beli baju baru. Satu minggu sebelum hari H puasa di kampung dulu
biasa diadakan megengan dan nyekar/ nyadran istilah Yogya. Megeng akar kata
ageng , mengagungkan, memulyakan , menghormat bulan puasa.
Memang bulan puasa adalah sayyidul suhur .megengan biasanya dilakukan
tiap rumah dengan kenduri dengan istilah
kirim doa. Oleh tetua kampung biasanya dikajatkan dengan bahasa jawa kromo dan
diakhiri dengan doa bahasa Arab. Inti
kajat biasanya minta keselamatan kepada Allah SWT agar kuat dan tutug dalam
menjalankan ibadah puasa untuk seluruh keluarga, tidak lupa dilanjutkan dengan doa kepeda arwah leluhur
semoga diampuni dosa dosanya , dilipatkan pahalanya dan diringankan siksa
kuburnya , simbol dari kajat ini
adalah kolak pisang dan apem, bermakna
afwun , mohon diampuni dosa dosa untuk
arwah keluarganya . sangat terasa akan memasuki bulan puasa bila saat megengan
tiba . dan uniknya, dapat dibayangkan
satu minggu , antar tetanggan saling mengundang kadang bebarengan , berkat,
nasi kenduri, bisa tumpuk undung dak kemakan , yang akhirnya dijemur untuk jadi
karak. Di lain daerah , mertuaku , rejotangan,
lebih ekstrim lagi, megengan itu juga dikasih makan selain berkat, nah
ini lebih heboh lagi karena bila
seharian 3 atau 4 rumah bebarengan , perut jelas penuh sampek kemlekaren
.sayang seiring waktu tradisi itu lambat laun pudar , tradisi padusan mungkin
tidak terasa saat ini,. Begitu pula tradisi megengan cukup di musholla dan atau
masjid. Padahal tradisi tadi penuh hikmah yang luar biasa. Megengan bisa untuk
saling silaturrhmi ke rumah tetangga. Kapan lagi kita ke rumah tetangga bila
tidak sedang gendoren?
Memasuki Bulan puasa ditandai dengan istilah tidur yaitu
bedug yang ditabuh bertalu talu seharian sebelum hari H puasa. Maklum saat
itu belum secanggih sekarang belum ada tayangan
sidang istbat mungkin, maka tidak
ada perbedaan hari H puasa, pasti bersama sesuai dengan kalender. Bedug itu ditabuh dengan riangnya oleh anak anak dari
pagi sampai sore terdengar dari segala penjuru kampung . Sementara orang orang tua, aku ingat
nenekku, mandi kramas sebelum masuk puasa, tradisi ini biasa dilakukan di kawasan
matraman , di Solo atau Jogya istilahnya padusan.mereka ramai ramai ke sungai
atau sumber air untuk mandi . sungguh
adiluhung budaya jawa ini, filosofi yang dapat ditangkap adalah bulan puasa
adalah bulan suci dan sebelum memasukinya kita harus suci pula ,suci dhohir
juga bathin.
Memasuki awal malam puasa di musholla dilaksanakan solat
tarawih. Sholat dilaksanakan dengan 20 rekaat. Bagi anak anak tentu berat, yang
ada cuma guder/ gojekan. Yang berkesan waktu itu, sholat tarawih bila imam baca fatehah jawaban
amin nya pasti lantang, mungkin berbeda dengan saat ini. Waktu itu Sholat
dilaksanakan dengan cepat, seiring waktu ada pencerahan pencerahan , sholat
tarawih tidak secepat dulu. usai sholat biasnya tadarrus semalam suntuk bahkan
ada yang sampai larut malam.
Tiba waktu tengah
malam anak anak sudah klotekan siap siap ronda. Ronda waktu itu bukan
dengan sound system menggelegar tapi dengan bambu. Suara yang khas sesuai
kreasi terdengar bertalu talu di ujung malam. saat saat itulah ayahku biasanya
membangunkan untuk sahur. padahal kalau lihat jam masih antara jam 2 -3 .
Siang Bulan puasa bagi anak anak waktu itu identik
dengan bermain mercon , meriam bambu, meriam pendem atau mercon bantingan
semacam granat kecil yamg terbuat dari drat sepeda dengan diisi korek api. Wow
, walaupun suaranya kadang mengganggu, tapi rasa syahdu bulan puasa terasa
banget saat itu. Mercon biasanya tidak beli tapi buat sendiri dengan
kertas bekas Cuma beli obatnya saja.
Maka bagi anak anak yang sudah dewasa mercon bisa berukuran jumbo. Aku masih
ingat tatkala usai sholat id pasti diadakan pesta mercon di halaman masjid sebelum kenduri di mulai.
Waktu itu ada mercon yang dak meledak , mejen, lalu diinjak keras dengan kaki , digejoh, akhirnya meledak
, dan kakipun berlumuran darah. Maklum waktu itu belum ada larangan dari
pemerintah tentang bahaya mercon. Meriam
bambu terbuat dari bambu ori yang terkenal kuat dan tebal .Bambu itu di potong
sekira 2 meter di lubangi di pangkalnya
dan dibersihkan sekat rongganya dengan disisakan paling bawah. Cara memainkan
adalah dengan diisi sebutir karbit sebesar ibu jari ke dalam lubang yang diisi
air lalu ditutup . Setelah dirasa cukup uap lalu di nyalakan dengan api melalui
tongkat yang dililit kain dan diolesi minyak
tanah. Meriam pendem suaranya lebih dahsyat dari pada meriam bambu,
meriam ini dibuat di tanah dengan beberapa bata merah lalu dibuat lobang
seperti pawonan dan di pangkalnya di beri lubang kecil seperti meriam bambu .
Cara memainkannya adalah dengan tongkat yang ujungnya dipasangi batok plastik
bekas sabun colek ( dulu wings ) lalu diisi air dan karbit dengan ukuran lebih besar lagi lalu dimasukkan di rongga
mulut meriam pendem tadi, alhasil uap
yang dihasilkan lebih banyak dan suaranya lebih menggelegar. Adapun mercon
bantingan adalah semacam granat yang terbuat dari drat jeruji sepeda lalu ditanam dikayu atau pemberat
lainnya serta diberi rumbai rumbai . Drat jeruji tadi
diisi dengan ujung korek api lalu diberi paku. Cara memainkannya dengan
dilempar ke atas karena ada rumbai rumbai tadi akhirnya jatuh tegak lurus ke
bawah dan bila mengenai batu akan timbul ledakan . begitulah anak anak bermain
hingga tak terasa sore.
tong tong tong tong tong dung dung tong
tong tong dung dung dung, tiba waktu yang ditunggu tunggu yakni
bedug magrib. ya bedug magrib karena belum ada speeker seperti saat ini. suara
itu muncul dari arah masjid dan sangat dipercaya untuk tanda berbuka. maka
berbukalah seadanya . maklum waktu itu masih sangat sederhana , tidak seperti
orang orang saat ini .Nasi dengan lauk
seadanya dan cukup kolak pisang atau
rucuh tape sudah sangat nikmat. dan yang masih teringat sekali adalah pasti
makan tebu yang dikupas lalu dikereti , biasanya oleh ayahku dipotong kecil
kecil dan dibagi 4 supaya mudah di makan. rasa manis tebu seakan tiada
henti hingga tak terasa harus pergi
untuk ke musholla sholat tarwih.
Diujung bulan puasa seperti halnya awal puasa
orang orang tua nyekar lagi ke makam leluhur. seakan mengingatkan bahwa
sebentar lagu bulan puasa usai dan masuk lebaran,sedang malamya disambung dengan zakat fitrah.
satu hari sebelum lebaran anak anak biasanya menabuh
bedug bertalu talu seharian penuh di musholla atau masjid seperti awal puasa .
Istilahnya tidur. sedang orang orang tua khususnya ibu ibu mempersiapkan
masakan untuk ambeng kenduri dan jajan bodo. Saat itu jajan
bodo belum komersial seperti saat ini.
jenis jajanan yang ada adalah opak telo, krecek, kacang goreng,pisang
goreng, tape, opak gadung, belum kenal roti roti seperti saat ini. itulah sebabnya emak emak semalam suntuk
pasti sibuk di dapur.
Puncak kegembiraan anak anak adalah saat lebaran
tiba. usai sholat id dan pesta mercon di masjid, dilanjut dengan silaturromi
berombongan , bakdan , dolan , ke tetangga kanan dan kiri tentunya dengan baju
baru. saat bertamu ke rumah seseorang
kalau suguhan nya pas di hati di lama lamain ndak pulang pulang.
dasar anak anak , apalagi kalau yang tuan rumah kaya , kalau belum diberi
sangu, uang saku, dak mau pulang.
cukuplah 10 rupiah ,sudah sangat bahagia bila diberi oleh tuan rumah.
itulah cerita masa kecilku bagaimana dengan anda?
betak, 10 Mei 2020
Muhson
Kisah hidup yang tidak akan terlupakan seumur hidup.
BalasHapus