Senin, 18 Mei 2020

CERITA MASA KECIL RAMADHANKU


10 Rupiah
Masa kecilku , kira kira 40 tahun yang lalu, bulan puasa adalah bulan yang dinanti nanti,  bukan  apa , karena biasanya di bulan itu adalah  momentum untuk beli baju baru. Satu minggu sebelum hari H puasa di kampung dulu biasa diadakan megengan dan nyekar/ nyadran istilah Yogya. Megeng akar kata ageng , mengagungkan, memulyakan , menghormat  bulan puasa.   Memang bulan puasa adalah sayyidul suhur .megengan biasanya dilakukan tiap rumah dengan kenduri  dengan istilah kirim doa. Oleh tetua kampung biasanya dikajatkan dengan bahasa jawa kromo dan diakhiri  dengan doa bahasa Arab. Inti kajat biasanya minta keselamatan kepada Allah SWT agar kuat dan tutug dalam menjalankan ibadah puasa untuk seluruh keluarga, tidak lupa  dilanjutkan dengan doa kepeda arwah leluhur semoga diampuni dosa dosanya , dilipatkan pahalanya dan diringankan siksa kuburnya ,  simbol dari kajat ini adalah  kolak pisang dan apem, bermakna afwun , mohon diampuni  dosa dosa untuk arwah keluarganya . sangat terasa akan memasuki bulan puasa bila saat megengan tiba . dan uniknya,   dapat dibayangkan satu minggu , antar tetanggan saling mengundang kadang bebarengan , berkat, nasi kenduri, bisa tumpuk undung dak kemakan , yang akhirnya dijemur untuk jadi karak. Di lain daerah , mertuaku , rejotangan,  lebih ekstrim lagi, megengan itu juga dikasih makan selain berkat, nah ini lebih heboh lagi karena  bila seharian 3 atau 4 rumah bebarengan , perut jelas penuh sampek kemlekaren .sayang seiring waktu tradisi itu lambat laun pudar , tradisi padusan mungkin tidak terasa saat ini,. Begitu pula tradisi megengan cukup di musholla dan atau masjid. Padahal tradisi tadi penuh hikmah yang luar biasa. Megengan bisa untuk saling silaturrhmi ke rumah tetangga. Kapan lagi kita ke rumah tetangga bila tidak sedang gendoren?
Memasuki Bulan puasa ditandai dengan  istilah tidur  yaitu  bedug yang ditabuh bertalu talu seharian sebelum hari H puasa. Maklum saat itu belum secanggih sekarang belum ada tayangan  sidang istbat  mungkin, maka tidak ada perbedaan hari H puasa, pasti bersama  sesuai dengan kalender. Bedug itu  ditabuh dengan riangnya oleh anak anak dari pagi sampai sore terdengar dari segala penjuru kampung  . Sementara orang orang tua, aku ingat nenekku, mandi kramas sebelum masuk puasa, tradisi ini biasa dilakukan di kawasan matraman , di Solo atau Jogya istilahnya padusan.mereka ramai ramai ke sungai atau sumber air untuk  mandi . sungguh adiluhung budaya jawa ini, filosofi yang dapat ditangkap adalah bulan puasa adalah bulan suci dan sebelum memasukinya kita harus suci pula ,suci dhohir juga bathin.
Memasuki  awal malam puasa di musholla dilaksanakan solat tarawih. Sholat dilaksanakan dengan 20 rekaat. Bagi anak anak tentu berat, yang ada cuma guder/ gojekan. Yang berkesan waktu itu,  sholat tarawih bila imam baca fatehah jawaban amin nya pasti lantang, mungkin berbeda dengan saat ini. Waktu itu Sholat dilaksanakan dengan cepat, seiring waktu ada pencerahan pencerahan , sholat tarawih tidak secepat dulu. usai sholat biasnya tadarrus semalam suntuk bahkan ada  yang sampai larut malam.
                Tiba waktu tengah malam anak anak sudah klotekan siap siap ronda. Ronda waktu itu bukan dengan sound system menggelegar tapi dengan bambu. Suara yang khas sesuai kreasi terdengar bertalu talu di ujung malam. saat saat itulah ayahku biasanya membangunkan untuk sahur. padahal kalau lihat jam masih antara jam 2 -3 .
Siang Bulan puasa bagi anak anak waktu itu identik dengan bermain mercon , meriam bambu, meriam pendem atau mercon bantingan semacam granat kecil yamg terbuat dari drat sepeda dengan diisi korek api. Wow , walaupun suaranya kadang mengganggu, tapi rasa syahdu bulan puasa terasa banget saat itu. Mercon biasanya tidak beli tapi buat sendiri dengan kertas  bekas Cuma beli obatnya saja. Maka bagi anak anak yang sudah dewasa mercon bisa berukuran jumbo. Aku masih ingat tatkala usai sholat id pasti diadakan pesta mercon  di halaman masjid sebelum kenduri di mulai. Waktu itu ada mercon yang dak meledak , mejen, lalu diinjak  keras dengan kaki , digejoh, akhirnya meledak , dan kakipun berlumuran darah. Maklum waktu itu belum ada larangan dari pemerintah tentang bahaya mercon.  Meriam bambu terbuat dari bambu ori yang terkenal kuat dan tebal .Bambu itu di potong sekira 2 meter  di lubangi di pangkalnya dan dibersihkan sekat rongganya dengan disisakan paling bawah. Cara memainkan adalah dengan diisi sebutir karbit sebesar ibu jari ke dalam lubang yang diisi air lalu ditutup . Setelah dirasa cukup uap lalu di nyalakan dengan api melalui tongkat yang dililit kain dan diolesi minyak  tanah. Meriam pendem suaranya lebih dahsyat dari pada meriam bambu, meriam ini dibuat di tanah dengan beberapa bata merah lalu dibuat lobang seperti pawonan dan di pangkalnya di beri lubang kecil seperti meriam bambu . Cara memainkannya adalah dengan tongkat yang ujungnya dipasangi batok plastik bekas sabun colek ( dulu wings ) lalu diisi air dan karbit dengan ukuran  lebih besar lagi lalu dimasukkan di rongga mulut meriam pendem tadi, alhasil  uap yang dihasilkan lebih banyak dan suaranya lebih menggelegar. Adapun mercon bantingan adalah semacam granat yang terbuat dari drat jeruji sepeda  lalu ditanam dikayu atau pemberat lainnya  serta  diberi rumbai rumbai . Drat jeruji  tadi  diisi dengan ujung korek api lalu diberi paku. Cara memainkannya dengan dilempar ke atas karena ada rumbai rumbai tadi akhirnya jatuh tegak lurus ke bawah dan bila mengenai batu akan timbul ledakan . begitulah anak anak bermain hingga tak terasa sore.
tong tong tong tong tong dung dung tong tong tong dung dung  dung, tiba waktu yang ditunggu tunggu yakni bedug magrib. ya bedug magrib karena belum ada speeker seperti saat ini. suara itu muncul dari arah masjid dan sangat dipercaya untuk tanda berbuka. maka berbukalah seadanya . maklum waktu itu masih sangat sederhana , tidak seperti orang orang  saat ini .Nasi dengan lauk seadanya dan  cukup kolak pisang atau rucuh tape sudah sangat nikmat. dan yang masih teringat sekali adalah pasti makan tebu yang dikupas lalu dikereti , biasanya oleh ayahku dipotong kecil kecil dan dibagi 4 supaya mudah di makan. rasa manis tebu seakan tiada henti  hingga tak terasa harus pergi untuk ke musholla sholat tarwih.
Diujung bulan puasa seperti halnya awal puasa orang orang tua nyekar lagi ke makam leluhur. seakan mengingatkan bahwa sebentar lagu bulan puasa usai dan masuk lebaran,sedang  malamya disambung dengan zakat fitrah.
satu hari sebelum lebaran anak anak biasanya menabuh bedug bertalu talu seharian penuh di musholla atau masjid seperti awal puasa . Istilahnya tidur. sedang orang orang tua khususnya ibu ibu mempersiapkan masakan untuk ambeng kenduri dan jajan bodo. Saat itu jajan bodo belum komersial seperti saat ini.  jenis jajanan yang ada adalah opak telo, krecek, kacang goreng,pisang goreng, tape, opak gadung, belum kenal roti roti seperti saat ini.  itulah sebabnya emak emak semalam suntuk pasti sibuk di dapur.
Puncak kegembiraan anak anak adalah saat lebaran tiba. usai sholat id dan pesta mercon di masjid, dilanjut dengan silaturromi berombongan , bakdan , dolan , ke tetangga kanan dan kiri tentunya dengan baju baru. saat bertamu ke rumah seseorang  kalau suguhan nya pas di hati di lama lamain ndak pulang pulang. dasar anak anak , apalagi kalau yang tuan rumah kaya , kalau belum diberi sangu, uang saku, dak mau pulang.  cukuplah 10 rupiah ,sudah sangat bahagia bila diberi oleh tuan rumah. itulah cerita masa kecilku bagaimana dengan anda?

                                                                                                betak,  10 Mei 2020
                                                                                                Muhson



1 komentar: