Selasa, 16 Juni 2020

semakin lama (tidak ) semakin baik



     
    Ketika pekerjaan kita datang kadang muncul di benak kita untuk segera diselesaikan. Tapi ketika sudah akan ekskusi muncul perasaan,  ah  nanti saja kan waktu nya masih panjang. Begitu lah antara keinginan - tuntutan -- hasil ,  waktu saling tukar peran dan berkecamuk dalam jiwa kita. Kadang ada perasaan,  ah tak buat nanti nanti saja biar lebih baik, biar lebih sip dan lebih matang. 
     Manusia tidak bisa lepas dari sifat malas yang kadang melanda begitu tiba tiba. Tapi bila dituruti bukan suatu penyelesaian, tapi tidak lebih dari menumpuk pekerjaan di waktu yang akhir. Persis lambang matematika 1 x 3 beda dengan 3 x 1 .  ini adalah lambang minum obat. Bisa dibayangkan apa perbedaan hasil dari lambang tersebut. Bila kita memaknai lambang tersebut hasil akhir nya toh sama . maka pikiran kita masih tarap anak anak.
     Tidak banyak  orang berpikir adalah lebih penting   bagaimana proses harus dinikmati , tapi lebih banyak orang yang berpikir bagaimana hasilnya, ah yang penting kan hasilnya. Yang penting kan selesai. Begitulah alibi kebanyakan orang. Masih bisa dimaklumi bila pekerjaanya itu tidak menyangkut orang lain , tapi bila menyangkut tuntutan atasan akan pontang panting.
Setiap pekerjaan tidak terlepas dari hambatan hambatan . Kadang hambatan itu sudah kita bisa prediksi tapi adakalanya kita tidak tahu. Ini yang kadang membuat kita repot, apalagi yang menyangkut dunia teknologi digital yang terus update dengan berbagai versi misal sebuah Aplikasi. Tuntutan perubahan tidak bisa ditawar.
   Segala sesuatu memang tidak terlepas dari kebiasaan atau habbit. Orang yang terbiasa on time dalam pekerjaan maka akan tidak enak bila ditunda. On time dalam janji bertemu akan merasa berdosa atau salah bila tidak pada waktu yang telah disepakati.maka memaksa diri untuk bisa habbit adalah keniscayaan. Ia tidak bisa diciptakan dalam sekejap waktu tapi ia pasti tercipta dalam a loong day.
    Maka rumus semakin lama semakin baik belum tentu benar. Tapi sedikit demi sedikit akan  semakin  baik, adalah pasti. Dan lagi lagi itu terkait dengan habbit.
    Orang yang banyak alasan adalah orang yang sebenarnya rapuh jiwa. Ia akan banyak menyalahkan orang lain apalagi ia bawahan pasti banyak alasan menyalahkan atasan, kurang waktulah, kok mepet, kak kok kak kok dan lain lain. ia tidak merasa bahwa itu adalah tugas sedia kala, yang ia bebas mengeksekusinya.
   Maka sudah seharusnya melakukan kaidah  mendahulukan yang terpenting dari yang penting dalam setiap tugas kita. Jangan hanya mendahulukan yang penting dari yang tidak penting, apalagi mendahulukan yang tidak penting dari yang penting apalagi yang lebih penting.


Senin, 01 Juni 2020

Refleksi Hari Lahir Pancasila 1 Juni

 
    
    1 Juni 1945 disepakati oleh anak bangsa sebagai hari lahirnya Pancasila , di mana pada tanggal tersebut Ir. Sukarno menyebutnya dengan istilah Pancasila dalam rumusan dasar negaranya dalam Pidatonya di Sidang BPUPKI . Walaupun rumusan sila silanya tidak diambil , namun dalam perumusan dasar negara tersebut terlihat kontribusi yang sangat besar dari para anak anak bangsa yang secara marathon  mengusulkan apa dasar negara merdeka nanti . Usulan usulan itu datang dari 3 tokoh nasional yakni  MR. M Yamin, MR. Supomo, Ir. Sukarno.   Sejarah mencatat juga pengorbanan yang sangat besar dari umat Islam yang tidak hanya mementingkan kepentingan kelompoknya , dengan kerelaan mencabut 7 kata dalam rumusan piagam madinah yang menjadi cikal bakal pembukaan UUD 1945, yakni kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya. dan inilah yang akhirnya disepakati sebagai susunan yang sistematis dan resmi. 
    Melihat dan meneladani para founding father negara kita terlihat kelegowoan,  keguyuban , kerukunan, toleransi yang sangat besar , dengan satu visi tujuan Indonesia Raya yang merdeka dan berdaulat penuh. Maka kita sebagai generasi penerus harus meneledani kebesaran jiwa pada diri mereka. 
     Kita akhir akhir agak perihatin dengan kondisi negara kita yang sedikit terkotak kotak akibat pilihan politik yang berbeda. Istilah kecebong dan kadrun seakan membelah anak bangsa yang saling ejek entah kemana tujuannya. Hal ini bila tidak segera diakhiri akan berdampak kurang baik bagi keberlangsungan berbangsa dan bernegara. Begitu pula dalam beragama dengan wahabi,  yang seakan menjudge dirinyalah yang paling benar dan dengan sengaja menebar ketersinggungan yang lainnya.
     Dalam berpolitik mestinya menjadi ajang adu prestasi, adu konsep , adu pemikirian untuk kejayaan bangsa dan negara. Dalam.pilih memilih tentunya semuanya para calon dan partai adalah anak anak bangsa terbaik, hanya keyakinan kitalah aspirasi kita titipkan , dan itu hanya musiman 5 tahunan, seandainya aspirasi kita tidak kita rasakan disampaikan  , hak ada pada kita untuk beralih ke partai atau calon lainnya. Oleh karena itu ajang pemilu tidak boleh ada bekas yang membelah anak bangsa atas dua golongan yang saling ejek , yang tidak ada gunanya untuk kontribusi kemajuan bangsa. 
     Momentum peringatan 1 juni sebagai hari lahir nya pancasila  tahun ini mengambil  tema  Pancasila dalam tindakan gotong royong menuju Indonesia maju, adalah tekad untuk rujuk kembali dari hiruk pikuk pemilu 2019, apalagi ditengah situasi saat ini sangat pas di tengah wabah pandemi covid 19 yang melanda bangsa. Maka tindakan seorang Pancasilais sejati harus tertanam jiwa gotong royong yang merupakan akar budaya bangsa sejak dulu. Tidak ada hal yang berat bila semua dilakukan dengan gotong royong. 
     Sebagai seorang pendidik juga harus menanamkan jiwa sosial pada anak anak kita, dimana pada saat ini juga cukup terancam dengan keberadaan teknologi terutama game yang sangat menggangu untuk belajar bila tidak disiplin dalam penggunaanya. Jiwa sosial nya juga terganggu dengan hanya menonton hp seharian penuh, sehingga lupa untuk bermain bersama, tidak peduli teman , cuek , adalah gejala sosial yang tidak boleh ada.Teknologi tidak boleh memperbudak kita tapi teknologi adalah alat bantu untuk hidup yang lebih baik ke depan menjadi bangsa yang maju.